leaderboard72890

Kekayaan Nikel Indonesia Dinikmati Sepenuhnya oleh Industri Mobil Listrik China

Oleh : Agustinus Beo da Costa
Editor: Thowaf Zuharon

Pada tanggal 20 November 2024, media Kata Data melaporkan  perusahaan mobil listrik China BYD mencapai produksi mobil listrik sebanyak 10 juta unit per tahun. Ini merupakan pencapaian tertinggi dalam tiga dekade BYD berbisnis di dunia otomotif. Angka ini merupakan peningkatan 23,46% dari produksi mobil listrik China pada tahun 2023 sebesar 8,2 juta unit per tahun.

Berdasarkan data Mordor Intelligence, pada tahun 2024, pendapatan dari industri mobil listrik di China diproyeksikan mencapai US$ 376,4 miliar dengan tingkat pertumbuhan rata-rata sebesar 2,17% hingga 2029. Secara keseluruhan,China mendominasi pasar kendaraan listrik global dengan kontribusi 69% dari kendaraan listrik baru yang terdaftar secara global.

Bandingkan dengan nilai tambah yang diperoleh Indonesia dalam rantai pasok industri nikel dan kendaraan listrik. Data Internasional Trade Center menunjukkan pada tahun 2023, ekspor produk turunan nikel Indonesia sebesar US$ 33 miliar. Angka ini merupakan kenaikan signifikan dari produk turunan nikel pada tahun 2019 sebesar US$ 1 miliar.

Sementara itu, berdasarkan data Kementerian Investasi/BKPM pada tahun 2024, nilai realisasi investasi pada sektor industri logam dasar dan barang logam meningkat dari US$ 2,9 miliar pada tahun 2018 menjadi US$ 11, 8 miliar di tahun 2022.

Nilai tambah industri pengolahan nikel yang dinikmati Indonesia ini jauh lebih kecil dari nilai tambah yang dinikmati oleh China lewat produk akhir nikel, yaitu mobil listrik.

Nilai tambah industri pengolahan nikel yang dinikmati Indonesia ini jauh lebih kecil dari nilai tambah yang dinikmati oleh China lewat produk akhir nikel, yaitu mobil listrik.

Kemampuan China memproduksi mobil listrik secara besar-besaran ini menjadi pertanyaan tersendiri. Karena, China sendiri bukan termasuk dalam produsen besar nikel global yang menjadi bahan baku utama dalam produksi baterai mobil listrik. Cadangan nikel China diperkirakan  hanya sebesar 2,8% dari cadangan nikel global.

Sementara, pada saat yang sama, Indonesia merupakan negara dengan cadangan terbesar di dunia yaitu sekitar 42% dari total cadangan global dan produksi produk intermediate nikel sebanyak 1 juta ton atau 50,5 % dari total produksi nikel global.

Data-data di atas menunjukan bahwa China lah yang paling diuntungkan dari produksi nikel Indonesia. Pada kenyataannya, 75% nikel Indonesia diekspor ke negeri Xi Jin Ping itu dengan kenaikan produksi mobil listrik mereka. Pertanyaannya, mengapa China lebih diuntungkan dalam rantai supply nikel? Jawabannya sangat pedih, karena China melakukan Monopsoni atas Industri Pengolahan Nikel Indonesia

Baca juga:  Mantap! PHE Temukan Sumber Daya Gas 1.8 TCF di Sulawesi Tengah
Truk memuat bijih dari tambang nikel laterit dekat Kendari di Sulawesi Tenggara, Indonesia, pada tahun 2012. Indonesia memiliki cadangan nikel terbesar, dan permintaan terhadap logam yang penting untuk memproduksi baterai kendaraan listrik ini terus meningkat.
Truk memuat bijih dari tambang nikel laterit dekat Kendari di Sulawesi Tenggara, Indonesia, pada tahun 2012. Indonesia memiliki cadangan nikel terbesar, dan permintaan terhadap logam yang penting untuk memproduksi baterai kendaraan listrik ini terus meningkat. Source: Photography by Mangiwau/Moment via Getty Images

Monopsoni China Pada  Industri Pengolahan Nikel Indonesia

Dalam sebuah rapat dengar pendapat dengan menteri ESDM Arifin Tasrif di Komisi VII DPR RI, anggota DPR RI waktu itu Zulfikar Hamonongan mengatakan, 90% dari tambang nikel Indonesia berada di bawah kontrol China. Salah satu contoh kasus dari monopsoni  investasi China di bidang smelter nikel adalah kasus smelter-smelter China yang beroperasi di kawasan industri milik PT Morowali Industrial Park. Smelter adalah pabrik pengolahan nikel yang mengolah bijih nikel menjadi produk intermediate nikel.

Monopsoni didefinisikan sebagai kondisi di mana ada kekuatan pembeli tunggal (atau sekelompok kecil pembeli) yang dapat menekan harga yang dibayarkan kepada pemasok.

Kawasan Indonesia Morowali Industrial Park berada di area seluas 1.300 hektar .Semua perusahaan smelter nikel yang beroperasi di kawasan ini adalah investasi China dengan kapasitas produksi 1,2 juta ton per tahun.

Perusahaan-Perusahaan di IMIP

Ada beberapa perusahaan beroperasi di kawasan industri PT IMIP Morowali, Provinsi Sulawesi Tengah:

Monopsoni  perusahaan -perusahan China pada industri pengolahan nikel atau smelter ini membuat perusahaan-perusahaan smelter ini bisa mempermainkan harga. Pada tahun 2016, perusahaan tambang  nikel Indonesia mengeluhkan adanya upaya atau permainan perusahaan-perusahan smelter yang sebenarnya masih terkoneksi ke Thsingsan Group untuk menekan harga nikel serendah mungkin. Permainan ini dilakukan dengan menurunkan grade kadar nikel dari pasokan penambang-penambang lokal.

Dengan turunnya kadar ini maka perusahaan -perusahaan bisa membeli bijih nikel dari penambang lokal dengan harga yang lebih murah.

Menurut Meidy Katrin Lengkey, Sekretaris Jenderal Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI), berbagai modus telah dilakukan oleh perusahaan -perusahaan smelter yang bekerja sama dengan 11 surveyor. Sebagai contoh, kata Meydi Katrin Lengkey, para penambang menjual bijih nikel secara FOB dengan kadar nikel 1,8 %. Ketika sampai di pelabuhan, kadar nikel itu dikurangi menjadi 1,5 % sampai 1,6%. Dengan turunnya kadar ini maka perusahaan -perusahaan bisa membeli bijih nikel dari penambang lokal dengan harga yang lebih murah.

Praktik semacam ini berjalan cukup lama, sehingga memicu para penambang lokal membentuk asosiasi pertambangan nikel dan mendesak pemerintah membuat benchmark harga jual nikel nasional. Sebagai akibat monopsoni  perusahaan -perusahaan smelter nikel China  ini, penambang lokal tidak punya alternatif pasar karena ekspor nikel ke luar negeri sudah dilarang dan tidak ada investor lain selain China yang menanamkan modal di sektor pengolahan nikel. Dampaknya hingga sekarang, sekitar 75% dari produksi produk intermediet nikel seperti NPI, Ferro Nikcel di ekspor ke China untuk mendukung industri mobil listrik negara tersebut.

Baca juga:  [Infografis] Batubara Masih Mendominasi Pembangkit Listrik Indonesia
Aktivitas pertambangan nikel
Salah satu aktivitas pertambangan nikel di Sulawesi. Sumber: Shutterstock

Ketergantungan Indonesia pada China

Monopsoni China terhadap industri pengolahan nikel Indonesia disebabkan oleh ketergantungan Indonesia pada China dalam hal modal dan teknologi pengolahan nikel. Menurut Meidy Katrin Lengkey, industri pengolahan nikel membutuhkan investasi yang besar. Pada saat yang sama, perbankan Indonesia belum mampu untuk membiayai atau memberikan kredit bagi pengusaha yang ingin membangun smelter. Apa lacur, faktanya, China yang memiliki modal besar.

Selain itu, China juga memiliki teknologi pengolahan smelter yang maju di dunia. Indonesia sendiri belum punya teknologi pengolahan nikel yang mumpuni. Ketergantungan Indonesia pada China dalam industri pengolahan smelter ini menyebabkan China mendapatkan keuntungan lebih besar dari Indonesia dalam rantai pasok.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Bahlil Lahadalia mengatakan dalam disertasinya, Indonesia perlu mengembangkan industri kendaraan listrik berbasis baterai nikel untuk memaksimalkan nilai tambah nikel. Jika itu tidak dilakukan, maka Indonesia hanya akan menjadi pemasok sumber daya alam bagi industri mobil listrik asing.

Investasi hilirisasi termasuk ekosistem baterai listrik didominasi investor asing termasuk produsen Korea Selatan Hyundai dan LG Energi Solution dan CATL dari China.

Upaya Bahlil ini dilakukan dengan memprioritaskan investor nasional. Sejauh ini, menurut Bahlil, investasi hilirisasi termasuk ekosistem baterai listrik didominasi investor asing termasuk produsen Korea Selatan Hyundai dan LG Energi Solution dan CATL dari China. Hal ini akan menyebabkan mayoritas keuntungan dinikmati oleh perusahaan asing sebagai shareholder, bukan Indonesia!

paradoks indonesia
Buku Paradoks Indonesia, Karya Presiden Prabowo Subianto

Situasi paradoks tersebut akan terus berjalan dalam jangka panjang, jika pemerintah Indonesia tidak segera melakukan intervensi untuk mendorong alih teknologi baik pada pengolahan nikel maupun teknologi kendaraan listrik. Sebagaimana buku Presiden Prabowo Subianto yang berjudul Paradoks Indonesia. Sebagaimana petikan lirik lagu Leo Kristi berjudul Salam Dari Desa ; Roda Lori berputar-putar siang malam tapi bukan kami punya. Anak-anak kini telah pandai menyanyikan gema merdeka tapi bukan kami punya!  Â

Scroll to Top